BATU YANG KEDUA

Melompati batu yang pertama adalah hal yang sangat penting. Sangat disarankan supaya sebelum memulai langkah kedua ini, kita perlu mentraktir diri sendiri oleh karena pencapaian kita. Dan jikalau mentraktir orang lain menyenangkan hati kita, maka kita jangan ragu untuk melakukannya. Setiap kali kita berhasil melewati batu rintangan, kita perlu menghargai upaya kita dengan memberikan kepada diri kita sendiri suatu penghargaan.

Yang perlu diwaspadai adalah apabila kita segera merasa bahwa kita telah kuat atau bahkan telah mampu mengatasi kecanduan seks itu dalam waktu yang cepat. Hal ini sangat berbahaya, dan dapat membawa kita pada kerumitan yang lebih parah lagi.

Ingat bahwa untuk lepas dari kecanduan seks kita perlu memiliki kesabaran dan kerendahan hati, dan yang paling penting adalah bersandar pada kasih karunia Allah di dalam kehidupan kita, yang berarti bukan pada kekuatan diri sendiri.

BATU YANG KEDUA adalah mempersiapkan diri. Amsal 24 : 6 mengatakan "Karena dengan PERENCANAAN orang dapat berperang, dan kemenangan tergantung pada penasihat yang banyak." Batu yang kedua ini menentukan keberhasilan kita melompati batu loncatan yang berikutnya.

Apa yang perlu kita lakukan untuk dapat melompati batu yang kedua ini? Salah satunya adalah mengetahui apa yang sedang terjadi dan bagaimana terjadinya.

Banyak dari di antara kita yang secara samar-samar telah tahu apa yang terjadi ketika seseorang bergumul dengan masalah kecanduan seks.

Hal yang paling mencolok adalah perasaan kosong, kotor, atau penyesalan setelah mengikuti dorongan seksual dalam diri ke satu atau lain bentuk aktivitas seksual.

Hal ini banyak dipengaruhi oleh ketidakmampuan kita mengontrol diri, dengan kata lain kita telah dikontrol oleh keinginan kita sendiri.

Hal yang mengikutinya biasanya adalah tekad untuk merubah diri. Setelah beberapa hari kemudian kita merasa memiliki kekuatan untuk mengendalikan dorongan seksual itu.

Beberapa saat kemudian, masalah-masalah, tantangan, atau juga keinginan untuk ‘berekreasi’ mulai membuat kita melirik pada pengalaman seksual itu. Kita mulai merasa tak berdaya. Dorangan itu mulai lagi mengambil alih semua anggota tubuh kita untuk bekerja di bawah pengaruhnya.

Setelah itu, mungkin disertai upaya perlawanan yang biasanya gagal pada percobaan pertama (atau mungkin kedua), kita kembali mengakui kekuatan dorongan seksual itu di dalam diri kita dan masuk ke dalam ruang di mana kita melihat di cermin diri kita yang kotor, dan wajah kita yang penuh penyesalan.

Siklus ini dalam ilmu psikologi disebut “Siklus Kecanduan.”

Pada rintangan yang kedua ini kita perlu melihat siklus yang bekerja dalam diri kita. Kita harus dapat melihat dan memahami hal-hal apa yang memicu munculnya dorongan-dorongan seksual pada diri kita dan bagaimana cara kita menghadapinya selama ini.

Pada waktu kita kuat kita perlu merencanakan apa yang harus kita lakukan ketika kita dalam keadaan yang lemah (Rev. Dr. Jerry Schmoyer).

Persiapkanlah diri kita menghadapi saat-saat di mana masalah kecanduan yang kita hadapi hendak menggoda kita untuk menyerahkan diri lagi ke dalam pengaruhnya yang menghancurkan. Persiapkanlah strategi untuk menghadapi saat-saat yang kritis. Persiapkan diri kita dengan baik dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan seperti di bawah ini:

Hal apa yang biasanya membuat saya tergoda melakukan suatu tindakan seksual atau yang memicu hasrat seksual saya?
Di luar diri: Situasi dalam rumah, peluang karena sendiri di rumah, iklan TV, suara tetangga, ada banyak uang di saku, dst.
Di dalam diri: kebosanan, rasa sepi, kekecewaan di masa lalu, amarah terhadap diri sendiri, kurang percaya diri/minder, keinginan untuk melupakan pikiran-pikiran di kepala, menghindar dari masalah, dst.

Kapan dan di mana biasanya pikiran/godaan itu muncul?

Apakah dapat dihindari?

Jika dapat dihindari, bagaimana caranya/bagaimana cara saya menghindarinya?

Kegiatan apa yang akan saya lakukan untuk menghindar dari melakukan apa yang saya tidak ingin lakukan?

Apakah kegiatan itu lebih efektif dilakukan di luar rumah atau di dalam rumah, sendirian atau bersama dengan orang lain?

Apakah saya yakin bahwa dengan melakukan kegiatan ini, saya akan terhindar dari melakukan apa yang tidak saya inginkan?

Jika sudah dipikirkan caranya, apakah saya bersedia mengambil cara itu ketika diperhadapkan dengan situasi itu? Jawaban saya adalah: ya/tidak.

Jikalau cara yang saya rencanakan untuk menghindar ternyata tidak berhasil, atau apabila situasi yang memicu hasrat seksual kita tidak bisa saya dihindari, apa yang akan saya lakukan untuk tidak melakukan apa yang saya tidak ingin lakukan?

Apakah pilihan untuk menghindar saya anggap sebagai kerugian atau keuntungan bagi saya?

Bagaimana kalau saya merasa menyesal karena tidak menuruti dorongan yang biasanya saya ikuti, apakah saya bersedia mengingatkan diri saya bahwa kalau saya mengikuti dorongan itu maka hidup saya tidak akan dipulihkan, dan bahwa dengan tidak menurutinya sekalipun terasa sengsara saya bersyukur karena saya akan menikmati hidup yang dipulihkan?

Setiap orang mempunyai situasi yang berbeda, karena itu pertanyaan-pertanyaan dan strategi untuk dapat tetap teguh berdiri dalam proses pemulihan juga berbeda-beda. Namun satu hal yang sama bagi semua yang bergumul dengan kecanduan adalah bahwa kita perlu memikirkan hal ini, dan kita semua bisa mengatasi setiap tantangan dan godaan dengan kekuatan dari Tuhan.

Buatlah sebuah rencana sederhana dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, dan dengan demikian Anda telah siap untuk melompati BATU YANG KETIGA.

BATU YANG KETIGA

(jika Anda memiliki pertanyaan, silahkan mengirimkannya lewat email ke konselinganonim@gmail.com. Anda bisa menciptakan email samaran untuk berkonsultasi.)

No comments:

Material di blog ini dapat digunakan dan dibagikan tanpa izin dari blog author sepanjang penggunaannya adalah untuk pelayanan dan tidak mengenakan pungutan biaya apapun.

Popular Posts

Doa Ketentraman Jiwa

Ya Tuhan, karuniakanlah kepadaku
ketentraman jiwa untuk menerima
hal-hal yang tidak dapat aku ubah;
keberanian untuk mengubah
hal-hal yang dapat aku ubah;
dan hikmat untuk membedakan keduanya.
Hidup sehari demi sehari.
Menikmati satu waktu di setiap saat.
Melihat sengsara sebagai jalan pada kedamaian;
sama seperti Dia,
menerima dunia yang berdosa ini
dengan apa adanya, dan percaya
bahwa Ia akan membuat
segala sesuatunya indah
jika aku berserah pada kehendakNya;
supaya aku dapat sedikit berbahagia

dalam hidup ini
dan berlimpah bahagia
ketika aku bersamaNya selama-lamanya.
Amin.